Senin, 09 April 2012

 Sebelum munculnya Kerajaan Majapahit, di Jawa Timur sudah terdapat Kerajaan yaitu Singasari. Kerajaan tersebut didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Puncak kejayaannya terjadi pada masa pemerintahan Kertanegara (1268 – 1292). Beliau mempunyai cita-cita mempersatukan seluruh nusantara dibawah kekuasaan Singasari, sehingga istilah “Wawasan Nusantara” atau “Penyatuan Nusantara” sudah dirintis sejak masa pemerintahan kertanegara.
Kerajaan Singasari mengalami kemunduran setelah mendapat serbuan Raja Jayakatwang dari Kediri pada tahun 1292. Pada saat penyerbuan tersebut hampir seluruh krabat keraton Singasari gugur, kecuali Raden Wijaya bersama beberapa pembantunya, yang kelak sebagai pendiri Kerajaan Majapahit.
Berikut ini akan dijelaskan tentang Kerajaan Majapahit, terutama yang berkaitan dengan kemampuan menjalin hubungan dengan negara tetangga serta lahirnya gagasan persatuan nusantara (Sumpah Palapa).

Pusat kerajaan Majapahit

Daerah inti Kerajaan Majapahit adalah sekitar Sungai Brantas, dan berpusat di Mojokerto. Majapahit merupakan kerajaan terbesar di Indoesia kedua setelah Sriwijaya. Oleh karena itu, Majapahit disebut sebagai kerajaan yang bertaraf nasional ke dua.

Raja-raja Majapahit

Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit ialah Raden Wijaya, Sri Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi, Hayam Wuruk, dan Wikramawardhana.
a. Raden Wijaya
Lahirnya Kerajaan Majapahit tidak terlepas dari peranan Raden Wijaya. Sejak runtuhnya Singasari akibat serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bersama para pembantunya (Nambi, Ranggalawe) serta bantuan penduduk Desa Kudadu, berhasil meloloskan diri dari kejaran Jayakatwang. Dari Kudadu ini, Raden Wijaya menuju ke Sumenep untuk mencari perlindungan Arya Wiraraja. Atas bantuan Arya Wiraraja, Raden Wijaya berhasil menjadi abdi Jayakatwang. Raden Wijaya memperoleh sebuah tanah di Tarik. Bersama-sama dengan orang Madura, Raden Wijaya membuka hutan Tarik. Hutan inilah yang kemudian menjadi desa yang diberi nama Majapahit. Setelah itu, Raden Wijaya berusaha menarik simpati para penduduk baru, sebagai persiapan menghadapi Jayakatwang.
Ketika persiapan sudah matang, datang tentara TarTar (Mongol) yang dikirim Kubhilai Khan untuk menghukum Kertanegara Raja Singasari. Tetapi, Kertanegara telah terbunuh oleh Jayakatwang, Raja Kediri. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk menyerbu Kediri. Pasukan Jayakatwang menjadi kerepotan dan dengan mudah dapat dikalahkan. Setelah itu, dengan berbagai cara Raden Wijaya berhasil memukul mundur tentara TarTar. Tentara TarTar ini dipimpin oleh Shih Pie, Ike Mishe, dan Kau Sing. Mundurnya tentara Tar Tar dan hancurnya Kediri, membuka jalan bagi Raden Wijaya untuk mendirikan Kerajaan Majapahit. Ia naik tahta dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana pada tahun 1294 M.
Untuk memperkuat kedudukannya sebagai raja, Raden Wijaya mengawini empat putri Kertanegara, yaitu yang tertua Tribhuwana sebagai permaisuri, kemudian Narendraduhita, Prajnaparamita, dan Gayatri anak bungsu yang dijadikan rajapatni. Gayatri inilah yang kemduian menurunkan raja-raja Majapahit. Di samping itu, Raden Wijaya juga mengawini Dara Petak, putri boyongan dari Melayu.
Pada masa pemerintahan Raden Wijaya orang-orang yang telah berjasa diberi kedudukan dan hadiah yang pantas. Tata pemerintahan disusun seperti pada masa Singasari dengan menambah lima orang menteri. Ia berhasil memulihkan keadaan negara menjadi aman dan tentram. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 M dan dimakankan di Sumberjati (Blitar) sebagai Siwa dan di Antahpura sebagai Budha. Arca perwujudannya berupa Harihara, yaitu Wisnu dan Siwa dalam satu Arca.
b. Sri Jayanegara
Sepeninggal Kertarajasa, pada tahun 1309 M, putranya Kala Gemet naik tahta dengan gelar Sri Jayanegara. Pada masa pemerintahannya banyak timbul pemberontakan. Pemberontakan itu terjadi karena faktor-faktor berikut.
  • Adanya ketidakpuasan para pengikut Kertarajasa. Pada saat Kertarajasa berkuasa, mereka tidak berani memberontak atau gagal karena Kertarajasa terlalu kuat.
  • Jayanegara seorang raja yang lemah.
  • Jayanegara lebih mengutamakan kepentingan keluarga, karena banyak dipengaruhi oleh keluarganya.
  • Jayanegara dianggap bukan keturunan langsung Majapahit. Oleh karena itu, ia dianggap tidak sah untuk menjadi raja.
Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi pada masa Jayanegara, antara lain:
- Ranggalawe, tahun 1309M
- Lembu Sora, tahun 1311M
- Juru Demung, tahun 1313M
- Mandana dan Wagal, tahun 1314M
- Nambi, tahun 1316M
- Lasem dan Semi, tahun 1318M
- Kuti, tahun 1319M
Pemberontakan yang paling membahayakan adalah Pemberontakan Kuti, sebab Kuti berhasil menduduki Ibu kota Kerajaan. Hal ini menyebabkan Jayanegara terpaksa melarikan diri ke Desa Badander di bawah perlindungan pasukan Bhayangkara pimpinan Gajar Mada.
Setelah raja dalam keadaan aman di Badander, Gajah Mada secara diam-diam melakukan penyelidikan ke kota untuk mengetahui pendukung Jayanegara. Setelah diketahui dengan pasti bahwa dukungan masih banyak, Gajah Mada menyerbu ke Kota dan berhasil menewaskan Kuti. Setelah ibu kota dalam keadaan aman, Jayanegara dibawa kembali ke ibu kota untuk melanjutkan pemerintahannya.
Berkat jasanya, Gajah Mada diangkat sebagai patih di Kahuripan. Ia kemudian dipindahkan sebagai patih di Daha pada tahun 1321M.
Pemerintah Jayanegara tidak berlangsung lama. Pada tahun 1328M, Jayanegara meninggal dunia. Beliau dibunuh oleh seorang tabib kerajaan yang ternyata kaki tangan Kuti. Tabib itu bernama Tanca, tetapi akhirnya Tanca pun dibunuh oleh Gajah Mada. Persitiwa ini disebut Peristiwa Tanca atau Patanca. Beliau didharmakan di Candii Senggapura Kapopongan, di Silapetak dan di Bubat sebagai Wisnu, serta di Sukalila sebagai Budha Amoghasidi.
c. Tribhuwanatunggadewi
Berhubung Jayanegara tidak berputa, kekuasaan jatuh ke tangan Gayatri. Karena Gayatri menjadi seorang Bhiksun, kekuasaan diserahkan kepada anaknya, yaitu Tribhuwanatunggadewi.
Bersama suaminya Kertawardana, Ratu Tribhuwanatunggadewi menjalankan pemerintahan. Pada masa pemerintahannya timbul Pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun 1331 M. Berkat tindakan Gajah Mada, pemberontakan ini berhasil dipadamkan. Keberhasilan ini menjadikan Gajah Mada diangkat sebagai maha patih. Gajag mada mengucapkan sumpah yang dikenal sebagai “Sumpah Palapa”.
Isi Sumpah Palapa: Gajah Mada tidak akan bersenang-senang sebelum berhasil mempersatukan nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Hakikatnya adalah suatu tekad atau keinginan yang kuat dari Gajah Mada untuk mempersatukan nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1333M.
Dalam usahanya untuk mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada tahun 1334 M menguasai Bali. Kemudian, satu persatu daerah yang lain juga dikuasai. Daerah-daerah tersebut antara lain Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sumatera, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaka.
d. Hayam Wuruk
Gayatri wafat pada tahun 1350 M. Karena itu, Tribhuwanatunggadewi turun tahta. Ia digantikan oleh putranya, yaitu Hayam Wuruk dengan gelar Rajasanegara. Pada masa pemerintahan Hayam wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kejayaan.
Dikatakan dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca, bahwa pada zaman Hayam Wuruk wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas. Wilayah kekuasaan itu hampir meliputi seluruh Republik Indonesia seperti sekarang ini. Daerah-daerah tersebut meliputi Sumatera di bagian barat, sampai Maluku dan Irian di bagian timur. Satu-satunya daerah yang belum berhasil dikuasai adalah kerajaan Sunda. Dua kali Hayam Wuruk melakukan penyerbuan tetapi selalu gagal.
Dalam upaya menguasai Kerajaan Sunda, Gajah Mada menghendaki adanya perkawinan antara putri Sri Baduga Maharaja dengan Hayam Wuruk. Hal ini sekaligus sebagai tanda petuhnya Raja Sunda kepada Majapahit. Hal ini menimbulkan perselisihan dan mendapat tantangan yang keras dari raja dan bangsawan Sunda. Perselisihan tidak dapat dihindari, bahkan meningkat menjadi peperangan. Peristiwa ini terjadi di daerah Bubat pada tahun 1357M. Peristiwa ini disebut Peristiwa Bubat. Dalam peristiwa itu, Sri Baduga Maharaja gugur. Dyah Pitaloka sendiri akhirnya bunuh diri.
Sepeninggalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemunduran. Gajah Mada meninggal tahun 1364 M, sedangkan Hayam wuruk pada tahun 1389M.
e. Wikramawardhana
Pengganti Hayam Wuruk adalah Wikramawardhana. Ia adalah suami Kusumawardhani (puti Hayam Wuruk). Permaisuri Hayam Wuruk tidak mempunyai anak laki-laki, sedangkan dari selir ia mempunyai anak laki-laki, yaitu Bhre Wirabhumi. Bhre Wirabhumi telah diberi kekuasaan di daerah timur (sekitar Blambangan).
Hubungan kedua saudara itu mula-mula berjalan dengan baik. Akan tetapi, pada tahun 1400M hubungan keduanya mulai retak. Akhirnya perang saudara, yang disebut Perang Paregrek. Perang ini berlangsung tahun 1401 M sampai 1406 M. Perang ini dimenangkan oleh Wikramawardhana, dengan terbunuhnya Bhre Wirabhumi. Peristiwa ini dijadikan dasar cerita “Damarwulan-Minakjingga”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar