Senin, 09 April 2012

Kerajaan Banjar

Letak Kerajaan Banjar ini di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kerajaan Banajar berdiri setelah berhasil memisahkan diri dari Kerajaan Nagaradaha. Berkat bantuan Demak, Kerajaan Banjar berhasil menguasai Kerajaan Nagaradaha. Pendiri kerajaan ini adalah Pangeran Samudra sekitar abad ke-16. Sejarah kerajaan ini dilukiskan dalam Hikayat Banjar.

Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore berdiri hampir bersamaan dengan Kerajaan Ternate yaitu abad ke-13. Kedua kerajaan ini bersahabat dan hidup berdampingan. Karena Tidore juga kaya rempah-rempah, banyak pedagang yang berlabuh ke Ternate juga singgah di Tidore. Sultan Tidore yang terkenal adalah Sultan Nuku. Pada saat pemerintahannya berhasil memperluas wilayahnya hingga ke Halmahera, Seram, Kai, dan Misol Iran bersamaan dengan penyebaran agama Islam.

Kerajaan Ternate

Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke-13. Ibu kota kerajaan ini di Sampalu. Letaknya di Kepulauan Maluku bagian Utara. Ketika Bandar Malaka menjadi ramai, permintaan rempah-rempah dari Maluku semakin besar. Bersamaan dengan ini pengaruh Islam masuk ke Ternate. Islam mulai disebarkan ke Ternate pada abad ke-14.
Kerajaan Gowa Tallo (Makassar)
Kerjaan ini semula terdiri dari dua kerajaan, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Kemudian, keduanya bergabung menjadi Gowa Tallo. Kerajaan ini bercorak islam. Ibu Gowa Tallo di Sombaopu, sebuah kota pelabuhan transito di Sulawesi Selatan yang ramai. Kerajaan ini oleh masyarakat luas dikenal sebagai Kerajaan Makasar. Di sebut kerajaan Makasar karena letaknya di kota Makasar yang sekarang bernama Ujung Pandang. Setelah bergabung menjadi Gowa Tallo, Raja Gowa Daeng Manrabia menjadi Raja Gowa Tallo dan bergelar Sultan Alaudin. Sedangkan Raja Tallo Karaeng Matoya menjadi perdana menteri (patih) dan bergelar Sultan Abdullah.

Kerajaan Cirebon

Kerajaan Cirebon didirikan oleh Faletehan dan beliau menjadi rajanya yang pertama. Di samping sebagai raja, Faletehan juga seorang ulama, bahkan beliau sebagai salah seorang Walisongo. Faletehan dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Setelah Faletehan menjadi raja di Cirebon, perkembangan agama Islam di daerah ini mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Kerajaan Banten

Banten semula berada di bawah Kerajaan Demak. Ketika Sultaan Trenggono wafat dan terjadi perebutan kekuasaan di Demak, Banten di bawah perintah Faletehan memisahkan diri dari Demak. Banten berdiri menjadi negara sendiri, yaitu Kerajaan Banten. Raja pertamanya adalah Faletehan.Faletehan menyerahkan Banten kepada putranya yaang bernama Sultan Hasanuddin. Faletehan sendiri kemudian pergi ke Cirebon dan mendirikan kerajaan di sana.

Kerajaan Mataram

Akibat pemindahan pemerintahan dari Pajang ke Mataram, berdirilahKerajaan Mataram Islam tahun 1586 dengan raja pertamanya Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati (1586-1601). Pada masa Mtaram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Wilayah Mataram bertambah luas meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Sultan di samping dikenal sebagai raja juga pemimpin agama. Kehidupan beragama mendapat perhatian dan pengembangan yang sangat pesat. Sultan Agung dikenal juga sebagai pahlawan nasional karena perannya dalam mengusir penjajah Belanda.

Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya mengalami kemajuan, meski wilayahnya tidak seluas Demak semasa diperintah oleh Sultan Trenggono. Sepeninggalan Sultan Hadiwijaya, Pajang diperintah oleh Pangeran Benowo putra Sultan Hadiwijaya (1575-1586). Pada saat pemerintahan Pangeran Benowo terjadi pemberontakan yang dilakukan olah Arya Pangiri, anak Sunan Prawoto. Berkat bantuan Sutawijaya, anak Ki Ageng Pemanahan juga putra angkat Sultan Hadiwijaya, pemberontakan Arya Pangiri dapat di padamkan. Pemerintahan Pangeran Benowo tidak berlangsung lama, karena diserahkan kepada Sutawijaya. Oleh Sutawijaya, pemerintahan Pajang dipindahkan ke Mataram.

Kerajaan Demak

Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan Demak berdiri pada akhir abad ke-15. Letak Kerajaaan Demak di daerah Bintoro dekat muara Sungai Demak. Pusat kerajaannya terletak antara pelabuhan Bergota dan Jepara. Daerahnya semula hanya sekitar Demak dan merupakan bagian wilayah Majapahit. Kemudian, Demak memisahkan diri dari Majapahit dan berdiri menjadi Kerajaan Demak. Raden Patah adalah salah seorang murid Sunan Ampel di Pulau Jawa Timur. Setelah masuk Islam dan dibantu oleh paraa wali, Raden Patah berhasil menanamkan pengaruhnya di Majapahit.
Beberapa Raja yang memrintah Demak ialah:
- Raden Patah (1478-1518)
- Pati Unus (1518-1521)
- Sultaan Trenggono (1521-1546)

Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh berdiri pada awal abad ke-16. Pendiri Kerajaan Aceh ini adalah Sultan Ibrahim, yang dikenal dengan Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Kerjaan Aceh mulai membesar setelah menguasai Pedir kemudian berkembang setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511 M. Karena Malaka dikuasi oleh portugis sehingga Pelabuhan Kotaraja menjadi ramai karena kedatangan para pedagang yang berasal dari berbagai daerah. Kekuasaan Aceh terus bertambah hingga ke pantai barat Sumatera, yaitu daerah Aru dan Pariaman. Masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) Aceh mengalami masa yang gemilang. Wilayah Aceh bertambah luas hingga ke daerah Deli, Nias, dan Bintan, serta beberapa daerah di Semenanjung Malaya meliputi Johor, Pahaang, Perak, dan Kedah. Daerah-daerah ini menghasilkan emas dan lada sehingga Aceh menjadi bertambah kaya sekaligus juga diikuti penyebaran agama Islam.

Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan ini terletak di sekitar Lhokseumawe Aceh. Samudra Pasai sudah berdiri sekitar abad ke-13, kapal-kapal asing sudah banyak berlabuh di Bandar Samudra Pasai. Raja pertama Samudra Pasai ialah Sultan Malik al Saleh yang memerintah hingga tahun 1297 M. Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad, yang dikenal dengan sebutan Sultan Malik al Tahir. Samudra Pasai mulai berkembang saat perdagangan di Samudra Pasai semakain ramai. Samudra Pasai berkembang menjadi daerah perdagangan dan penyebaran agama Islam.Oleh sebab itu Samudra Pasai dikenal sebagai Kerajaan Islam pertama di nusantara dan memiliki peranan dalam penyebaran agama Islam di nusantara.
 Sebelum munculnya Kerajaan Majapahit, di Jawa Timur sudah terdapat Kerajaan yaitu Singasari. Kerajaan tersebut didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Puncak kejayaannya terjadi pada masa pemerintahan Kertanegara (1268 – 1292). Beliau mempunyai cita-cita mempersatukan seluruh nusantara dibawah kekuasaan Singasari, sehingga istilah “Wawasan Nusantara” atau “Penyatuan Nusantara” sudah dirintis sejak masa pemerintahan kertanegara.
Kerajaan Singasari mengalami kemunduran setelah mendapat serbuan Raja Jayakatwang dari Kediri pada tahun 1292. Pada saat penyerbuan tersebut hampir seluruh krabat keraton Singasari gugur, kecuali Raden Wijaya bersama beberapa pembantunya, yang kelak sebagai pendiri Kerajaan Majapahit.
Berikut ini akan dijelaskan tentang Kerajaan Majapahit, terutama yang berkaitan dengan kemampuan menjalin hubungan dengan negara tetangga serta lahirnya gagasan persatuan nusantara (Sumpah Palapa).

Pusat kerajaan Majapahit

Daerah inti Kerajaan Majapahit adalah sekitar Sungai Brantas, dan berpusat di Mojokerto. Majapahit merupakan kerajaan terbesar di Indoesia kedua setelah Sriwijaya. Oleh karena itu, Majapahit disebut sebagai kerajaan yang bertaraf nasional ke dua.

Raja-raja Majapahit

Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit ialah Raden Wijaya, Sri Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi, Hayam Wuruk, dan Wikramawardhana.
a. Raden Wijaya
Lahirnya Kerajaan Majapahit tidak terlepas dari peranan Raden Wijaya. Sejak runtuhnya Singasari akibat serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bersama para pembantunya (Nambi, Ranggalawe) serta bantuan penduduk Desa Kudadu, berhasil meloloskan diri dari kejaran Jayakatwang. Dari Kudadu ini, Raden Wijaya menuju ke Sumenep untuk mencari perlindungan Arya Wiraraja. Atas bantuan Arya Wiraraja, Raden Wijaya berhasil menjadi abdi Jayakatwang. Raden Wijaya memperoleh sebuah tanah di Tarik. Bersama-sama dengan orang Madura, Raden Wijaya membuka hutan Tarik. Hutan inilah yang kemudian menjadi desa yang diberi nama Majapahit. Setelah itu, Raden Wijaya berusaha menarik simpati para penduduk baru, sebagai persiapan menghadapi Jayakatwang.
Ketika persiapan sudah matang, datang tentara TarTar (Mongol) yang dikirim Kubhilai Khan untuk menghukum Kertanegara Raja Singasari. Tetapi, Kertanegara telah terbunuh oleh Jayakatwang, Raja Kediri. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk menyerbu Kediri. Pasukan Jayakatwang menjadi kerepotan dan dengan mudah dapat dikalahkan. Setelah itu, dengan berbagai cara Raden Wijaya berhasil memukul mundur tentara TarTar. Tentara TarTar ini dipimpin oleh Shih Pie, Ike Mishe, dan Kau Sing. Mundurnya tentara Tar Tar dan hancurnya Kediri, membuka jalan bagi Raden Wijaya untuk mendirikan Kerajaan Majapahit. Ia naik tahta dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana pada tahun 1294 M.
Untuk memperkuat kedudukannya sebagai raja, Raden Wijaya mengawini empat putri Kertanegara, yaitu yang tertua Tribhuwana sebagai permaisuri, kemudian Narendraduhita, Prajnaparamita, dan Gayatri anak bungsu yang dijadikan rajapatni. Gayatri inilah yang kemduian menurunkan raja-raja Majapahit. Di samping itu, Raden Wijaya juga mengawini Dara Petak, putri boyongan dari Melayu.
Pada masa pemerintahan Raden Wijaya orang-orang yang telah berjasa diberi kedudukan dan hadiah yang pantas. Tata pemerintahan disusun seperti pada masa Singasari dengan menambah lima orang menteri. Ia berhasil memulihkan keadaan negara menjadi aman dan tentram. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 M dan dimakankan di Sumberjati (Blitar) sebagai Siwa dan di Antahpura sebagai Budha. Arca perwujudannya berupa Harihara, yaitu Wisnu dan Siwa dalam satu Arca.
b. Sri Jayanegara
Sepeninggal Kertarajasa, pada tahun 1309 M, putranya Kala Gemet naik tahta dengan gelar Sri Jayanegara. Pada masa pemerintahannya banyak timbul pemberontakan. Pemberontakan itu terjadi karena faktor-faktor berikut.
  • Adanya ketidakpuasan para pengikut Kertarajasa. Pada saat Kertarajasa berkuasa, mereka tidak berani memberontak atau gagal karena Kertarajasa terlalu kuat.
  • Jayanegara seorang raja yang lemah.
  • Jayanegara lebih mengutamakan kepentingan keluarga, karena banyak dipengaruhi oleh keluarganya.
  • Jayanegara dianggap bukan keturunan langsung Majapahit. Oleh karena itu, ia dianggap tidak sah untuk menjadi raja.
Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi pada masa Jayanegara, antara lain:
- Ranggalawe, tahun 1309M
- Lembu Sora, tahun 1311M
- Juru Demung, tahun 1313M
- Mandana dan Wagal, tahun 1314M
- Nambi, tahun 1316M
- Lasem dan Semi, tahun 1318M
- Kuti, tahun 1319M
Pemberontakan yang paling membahayakan adalah Pemberontakan Kuti, sebab Kuti berhasil menduduki Ibu kota Kerajaan. Hal ini menyebabkan Jayanegara terpaksa melarikan diri ke Desa Badander di bawah perlindungan pasukan Bhayangkara pimpinan Gajar Mada.
Setelah raja dalam keadaan aman di Badander, Gajah Mada secara diam-diam melakukan penyelidikan ke kota untuk mengetahui pendukung Jayanegara. Setelah diketahui dengan pasti bahwa dukungan masih banyak, Gajah Mada menyerbu ke Kota dan berhasil menewaskan Kuti. Setelah ibu kota dalam keadaan aman, Jayanegara dibawa kembali ke ibu kota untuk melanjutkan pemerintahannya.
Berkat jasanya, Gajah Mada diangkat sebagai patih di Kahuripan. Ia kemudian dipindahkan sebagai patih di Daha pada tahun 1321M.
Pemerintah Jayanegara tidak berlangsung lama. Pada tahun 1328M, Jayanegara meninggal dunia. Beliau dibunuh oleh seorang tabib kerajaan yang ternyata kaki tangan Kuti. Tabib itu bernama Tanca, tetapi akhirnya Tanca pun dibunuh oleh Gajah Mada. Persitiwa ini disebut Peristiwa Tanca atau Patanca. Beliau didharmakan di Candii Senggapura Kapopongan, di Silapetak dan di Bubat sebagai Wisnu, serta di Sukalila sebagai Budha Amoghasidi.
c. Tribhuwanatunggadewi
Berhubung Jayanegara tidak berputa, kekuasaan jatuh ke tangan Gayatri. Karena Gayatri menjadi seorang Bhiksun, kekuasaan diserahkan kepada anaknya, yaitu Tribhuwanatunggadewi.
Bersama suaminya Kertawardana, Ratu Tribhuwanatunggadewi menjalankan pemerintahan. Pada masa pemerintahannya timbul Pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun 1331 M. Berkat tindakan Gajah Mada, pemberontakan ini berhasil dipadamkan. Keberhasilan ini menjadikan Gajah Mada diangkat sebagai maha patih. Gajag mada mengucapkan sumpah yang dikenal sebagai “Sumpah Palapa”.
Isi Sumpah Palapa: Gajah Mada tidak akan bersenang-senang sebelum berhasil mempersatukan nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Hakikatnya adalah suatu tekad atau keinginan yang kuat dari Gajah Mada untuk mempersatukan nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1333M.
Dalam usahanya untuk mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada tahun 1334 M menguasai Bali. Kemudian, satu persatu daerah yang lain juga dikuasai. Daerah-daerah tersebut antara lain Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sumatera, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaka.
d. Hayam Wuruk
Gayatri wafat pada tahun 1350 M. Karena itu, Tribhuwanatunggadewi turun tahta. Ia digantikan oleh putranya, yaitu Hayam Wuruk dengan gelar Rajasanegara. Pada masa pemerintahan Hayam wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kejayaan.
Dikatakan dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca, bahwa pada zaman Hayam Wuruk wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas. Wilayah kekuasaan itu hampir meliputi seluruh Republik Indonesia seperti sekarang ini. Daerah-daerah tersebut meliputi Sumatera di bagian barat, sampai Maluku dan Irian di bagian timur. Satu-satunya daerah yang belum berhasil dikuasai adalah kerajaan Sunda. Dua kali Hayam Wuruk melakukan penyerbuan tetapi selalu gagal.
Dalam upaya menguasai Kerajaan Sunda, Gajah Mada menghendaki adanya perkawinan antara putri Sri Baduga Maharaja dengan Hayam Wuruk. Hal ini sekaligus sebagai tanda petuhnya Raja Sunda kepada Majapahit. Hal ini menimbulkan perselisihan dan mendapat tantangan yang keras dari raja dan bangsawan Sunda. Perselisihan tidak dapat dihindari, bahkan meningkat menjadi peperangan. Peristiwa ini terjadi di daerah Bubat pada tahun 1357M. Peristiwa ini disebut Peristiwa Bubat. Dalam peristiwa itu, Sri Baduga Maharaja gugur. Dyah Pitaloka sendiri akhirnya bunuh diri.
Sepeninggalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemunduran. Gajah Mada meninggal tahun 1364 M, sedangkan Hayam wuruk pada tahun 1389M.
e. Wikramawardhana
Pengganti Hayam Wuruk adalah Wikramawardhana. Ia adalah suami Kusumawardhani (puti Hayam Wuruk). Permaisuri Hayam Wuruk tidak mempunyai anak laki-laki, sedangkan dari selir ia mempunyai anak laki-laki, yaitu Bhre Wirabhumi. Bhre Wirabhumi telah diberi kekuasaan di daerah timur (sekitar Blambangan).
Hubungan kedua saudara itu mula-mula berjalan dengan baik. Akan tetapi, pada tahun 1400M hubungan keduanya mulai retak. Akhirnya perang saudara, yang disebut Perang Paregrek. Perang ini berlangsung tahun 1401 M sampai 1406 M. Perang ini dimenangkan oleh Wikramawardhana, dengan terbunuhnya Bhre Wirabhumi. Peristiwa ini dijadikan dasar cerita “Damarwulan-Minakjingga”.
Kerajaan Singosari
Kerajaan yang nama lainnya Singasari atau Singhasari ini berdiri pada tahun 1222. Kira-kira lokasinya sekarang di Singosari, Malang. Jika kita menggali keterangan sejarah lebih dalam, ternyata pada saat berdirinya bukan bernama kerajaan Singosari melainkan kerajaan Tumapel, yang dalam logat China disebut Tumapan.
Tumapel sendiri pada awalnya merupakan daerah setara kecamatan di bawah kekuasaan kerajaan Kediri. Adapun yang menjadi pemimpin Tumapel atau istilah aslinya akuwu (setara camat) adalah Tunggul Ametung yang mati dibunuh oleh pengawalnya sendiri, yang tak lain dialah Ken Arok.
Anehnya, setelah Ken Arok berhasil membunuh Tunggul Ametung dan merebut tahtanya, bahkan menjadikan daerah kekuasannya sebagai kerajaan baru, dia pula yang mempersunting istrinya, Ken Dedes. Ken Arok kemudian menobatkan dirinya sebagai raja pertama Kerajaan Tumapel dengan gelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
Tepat pada tahun 1222, kaum Brahmana menggabungkan diri dengan Kerajaan Tumapel. Tujuannya adalah mendapatkan bantuan ketika berperang dengan Kerajaan Kediri. Perang yang terjadi di Ganter itu, akhirnya dimenangkan oleh Ken Arok dan sekutunya.  
Dalam kitab Negarakertagama, dijelaskan bahwa Kutaraja merupakan ibu kota kerajaan Tumapel sejak awal. Namun 32 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1254, ibu kota dialihkan ke Singhasari setelah Raja Wisnuwardana mengalihkannya. Dari sinilah awal terkenalnya nama Singhasari menjadi nama kerajaan, bahkan lebih terkenal daripada nama ketika awal berdirinya kerajaan tersebut.
Masa Keemasan dan Kejatuhan Singosari
Masa keemasan kerajaan Singosari terjadi pada saat dipimpin oleh raja terakhirnya, yaitu Kertanagara yang memerintah sejak 1268 – 1292. Disebut masa keemasan, jika ditinjau dari perluasan teritorial kerajaan. Ia mengirim pasukan yang disebut Pamalayu ke Sumatera untuk membangun pangkalan militer dalam rangka mempertahankan diri dari percobaan penjajahan bangsa Mongol.
Sebelumnya mendirikan pangkalan militer, kerajaan Singosari menjalinpersahabatan meskipun bisa juga disebut menaklukan kerajaan di Sumatera yaitu kerajaan Dharmasraya. Penaklukan tak berhenti sampai di Sumatera. Pulau Dewata Bali, menjadi giliran yang ditaklukan pada tahun 1284. Bahkan Bakulapura, Gurun, Pahang, dan Melayu juga disapu bersih.
Keasikan menaklukan kerajaan di luar Pulau Jawa, membuat lalai Raja Kertanagara. Kudeta berdarah justru terjadi di dalam kerajaannya sendiri. Adalah Jayakartawang, Bupati Gelang-Gelang yang tak lain saudara dekat sang raja, yang tega membunuh Kertanagara, dan kemudian menjadi raja. Ia memutuskan Kediri sebagai ibu kota baru. Maka mudah ditebak, nasib kejayaan kerajaan Singosari berakhir dengan tragis.

Kerajaan Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya) adalah salah satu kemaharajaan maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam bahasa Sansekerta, sri berarti “bercahaya” dan wijaya berarti “kemenangan”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya.
Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi Sriwijaya baru diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari École française d’Extrême-Orient.

Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya terletak di tepi S. Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
Kerjasama tentara Mongol dan pasukan Arya Wiraraja dapat mengalahkan pasukan Kediri di bawah pimpinan Jayakatwang.Kerajaan Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga (1000-1049). Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak selirnya. Tidak ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi beberapa bagian. Dalam babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian. Tetapi dalam perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri (Pangjalu) dan Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama, yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Pangjalu atau dikenal juga sebagai Kerajaan Kediri.Perkembangan Kerajaan Kediri
Patung Airlangga dalam perwujudan Dewa Wisnu, salah satu peninggalan Kerajaan Kediri.Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.

Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara (1268-1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.Runtuhnya Kediri
Arca ini menggambarkan seorang laki-laki pada masa Kerajaan Kediri.Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.

kerajaan medang kamulan

Berdasarkan penemuan beberapa prasasti, dapat diketahui bahwa Kerajaan Medang Kamulan terletak di muara Sungai Brantas. Ibukotanya bernama Watan Mas. Kerajaan itu didirikan oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu Sindok mencakup Nganjuk di sebelah barat, Pasuruan di sebelah timur, Surabaya di sebelah utara, dan Malang di sebelah selatan. Dalam perkembang-an selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan mencakup hampir seluruh wilayah Jawa Timur.
a. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Medang Kamulan berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.
3 Berita Asing
Berita asing tentang keberadaan Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur dapat diketahui melalui berita dari India dan Cina. Berita dari India mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Chola untuk membendung dan menghalangi kemajuan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa.
Berita Cina berasal dari catatan-catatan yang ditulis pada zaman Dinasti Sung. Catatan-catatan Kerajaan Sung itu menyatakan bahwa antara kerajaan yang berada di Jawa dan Kerajaan Sriwijaya sedang terjadi permusuhan, sehingga ketika Duta Sriwijaya pulang dari Cina (tahun 990 M), terpaksa harus tinggal dulu di Campa sampai peperangan itu reda. Pada tahun 992 M, pasukan dari Jawa telah meninggalkan Sriwijaya dan Kerajaan Medang Kamulan dapat memajukan pelayaran dan perdagangan. Di samping itu, tahun 992 M tercatat pada catatan-catatan negeri Cina tentang datangnya duta persahabatan dari Jawa.
Berita Prasasti
Beberapa prasasti yang mengungkapkan Kerajaan Medang Kamulan antara lain:
• Prasasti dari Mpu Sindok, dari Desa Tangeran (daerah Jombang) tahun 933 M menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah bersama permaisurinya Sri Wardhani Pu Kbin.
• Prasasti Mpu Sindok dari daerah Bangil menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah pembuatan satu candi sebagai tempat pendharmaan ayahnya dari permaisurinya yang bernama Rakryan Bawang.
• Prasasti Mpu Sindok dari Lor (dekat Nganjuk) tahun 939 M menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah pembuatan candi yang bernama Jayamrata dan Jayastambho (tugu kemenangan) di Desa Anyok Lodang.
• Prasasti Calcuta, prasasti dari Raja Airlangga yang menyebutkan silsilah keturunan dari Raja Mpu Sindok.
b. Kehidupan Politik
Sejak berdiri dan berkembangnya Kerajaan Medang Kamulan, terdapat beberapa raja yang diketahui memerintah kerajaan ini. Raja-raja tersebut adalah sebagai berikut.
Raja Mpu Sindok Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kamulan dengan gelar Mpu Sindok Sri Isyanatunggadewa. Dari gelar Mpu Sindok itulah diambil nama Dinasti Isyana.
Raja Mpu Sindok termasuk keturunan Raja Dinasti Sanjaya (Mataram) di Jawa Tengah. Oleh karena kondisi Jawa Tengah tidak memungkinkan bertahtanya Dinasti Sanjaya akibat desakan Kerajaan Sriwijaya, maka Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Bahkan dalam prasasti terakhir, Mpu Sindok adalah peletak dasar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Namun, setelah Mpu Sindok turun tahta, keadaan Jawa Timur dapat dikatakan suram, karena tidak adanya prasasti-prasasti yang menceritakan kondisi Jawa Timur. Baru setelah Airlangga naik tahta muncul prasasti-prasasti yang dijadikan sumber untuk mengetahui keberadaan Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur.
Dharmawangsa Raja Dharmawangsa dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam. Kebesaran Dharmawangsa tampak jelas pada politik luar negerinya. Raja Dharmawangsa percaya bahwa kedudukan ekonomi Kerajaan Sriwijaya yang kuat merupakan ancaman bagi perkembangan Kerajaan Medang Kamulan. Oleh karena itu. Raja Dharmawangsa mengerahkan seluruh angkatan lautnya untuk menduduki dan menguasai Kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi, selang beberapa tahun kemudian, Sriwijaya bangkit dan mengadakan pembalasan terhadap Kerajaan Medang Kamulan yang masih diperintah oleh Dharmawangsa.
Dalam usaha menundukkan Kerajaan Medang Kamulan, Kerajaan Sriwijaya mengadakan hubungan dengan kerajaan kecil yang ada di Jawa, yaitu dengan Kerajaan Wurawari. Serangan dari Kerajaan Wurawari itulah yang mengakibatkan hancurnya Kerajaan Medang Kamulan (1016 M). Serangan itu terjadi ketika Raja Dharmawangsa melaksanakan upacara pernikahan putrinya dengan Airlangga (dari Bali). Dalam serangan itu. Raja Dharmawangsa beserta kerabat istana tewas. Namun Airlangga dapat melarikan diri bersama pengikutnya yang setia, yaitu Narottama.
Airlangga Dalam prasasti Calcuta disebutkan bahwa Raja Airlangga masih termasuk keturunan Raja Mpu Sindok dari pihak ibunya yang bernama Mahendradata (Gunapria Dharmapatni) yang menikah dengan Raja Udayana.
Ketika Airlangga berusia 16 tahun ia dinikahkan dengan putri Dharmawangsa. Pada saat upacara pernikahan itulah terjadi serangan dari Kerajaan Wurawari, yang mengakibatkan hancurnya Kerajaan Medang Kamulan. Seperti sudah disebut, Airlangga berhasil melarikan diri bersama pengikutnya yang setia, yaitu Narottama ke dalam hutan. Di tengah hutan Airlangga hidup seperti seorang pertapa dengan menanggalkan pakaian kebesarannya.
Selama tiga tahun (1016-1019 M), Airlangga digembleng baik lahir maupun batin di hutan Wonogiri. Kemudian, atas tuntutan dari rakyatnya, pada tahun 1019 M Airlangga bersedia dinobatkan menjadi raja untuk meneruskan tradisi Dinasti Isyana, dengan gelar Rakai Halu Sri Lakeswara Dharmawangsa Airlangga Teguh Ananta Wirakramatunggadewa.
Antara tahun 1019-1028 M, Airlangga berusaha mempersiapkan diri agar dapat menghadapi lawan-lawan kerajaannya. Dengan persiapan yang cukup, antara tahun 1028-1035 M, Airlangga berjuang untuk mengembalikan kewibawaan kerajaan. Airlangga menghadapi lawan-lawan yang cukup kuat seperti Kerajaan Wurawari, Kerajaan Wengker, dan Raja Futri dari selatan yang bernama Rangda Indirah. Peperangan menghadapi Rangda Indirah ini diceritakan melalui cerita yang berjudul Calon Arang.
Setelah Airlangga berhasil mengalahkan musuh-musuhnya, ia mulai membangun kerajaan di segala bidang kehidupan untuk kemakmuran rakyatnya. Dalam waktu singkat Kerajaan Medang Kamulan berhasil meningkatkan kesejahteraannya, keadaan masyarakatnya stabil. Setelah tercapai kestabilan dan kesejahteraan kerajaan, pada tahun 1042 M Raja Airlangga memasuki masa kependetaan. Tahta kerajaan diserahkan kepada seorang putrinya yang terlahir dari permaisuri, tetapi putrinya telah memilih menjadi seorang pertapa dengan gelar Ratu Giri Putri, maka tahta kerajaan diserahkan kepada kedua orang putra yang terlahir dari selir Airlangga. Selanjutnya, Kerajaan Medang Kamulan terbagi dua, untuk menghindari perang saudara, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kediri (Panjalu).